Bung Karno sebagai
pemimpin pertama RI dalam tulisannya berkata “bangsa yang besar adalah bangsa
yang menghargai pendiri negeri ini”. Kalimat diatas sangtlah sederhana, namun seakan
mengajak kita untuk bagaimana mengelola
inspirasi gaya berpikir kita, ketika selama ini negeri Maluku,, tengah diperhadapkan
dalam sebuah kriris kepemimpinan, karena pada pakta empirisnya, negeri ini
seakan telah terjebak dalam gaya berfikir pragmatis. Sehingga pemimipin yang
kemudian muncul telah melahirkan banyak distorsi yang turut meramaikan hiruk
pikuknya keresahan atas ketidakadilan, ketidakjujuran yang dirasakan semua anak
manusia di bumi Pattimura yang kita cintai begitu semakin kompeks dan dinamis.
Dengan tidak terlalu
urgen, bahwa dengan berbagai dinamisasi persoalan yang semakin kompeks inilah,
juga kaitannya dengan rencana mengadopsi
calon pemimpin Maluku1 (satu) tahun 2013-2018
dan seterusnya kedepan, agar ada kehati-hatian. Banyak pengalaman yang kita
guriti atas semua bahasa-bahasa elegan para bakal calon. Ini iibarat bagikan proses
sebuah reklame shampo di media elektronik yang sungguh becorak pada konteks kapitalisme. Dan inilah kenyataan yang
tidak bisa kita hindari.
” Kata orang bijak bahwa, yang layak menjadi
pemimpin masa depan di Maluku adalah orang yang memahami substansi peradaban
masa lalu dan rahasia akan jati dirinya yang tersa sehingga negeri ini dirintis
berdasarkan khasana perjuangan berasaskan kesabaran, kejujuran serta keiklasan”.
Ini bearti bahwa calon pemimpin masa depan adalah bukan calon pemimpin yang hanya berada
pada tingkat pemahaman seputar wilayah historisasi sejarah yang didesain
setelah paska penjajahan bangsa colonial yang telah turut merubah corak serta
cagar budaya keaslian negeri siwa rima
yang semakin berubah menjadi pemikiran modernis. Yang pada lintas kenyaatannya,
materi pinansial (uang) telah dijadikan senjata utama dalam penyelamatan
polotik dan memusnahkan lawan siapapun orangnya, sehingga polotik tidak berlaku
sedikitpun untuk orang-orang kecil yang tidak laku. Marilah kita belajar dengan adanya regulasi UU tentang konsep pemerintahan desa untuk
kembali pada wilayah pemerintahan negeri adat adalah aicon dalam sitem
pemerintahan terkecil di wilayah pedesaan berdasarkak tupoksinya.
Dengan demikian
kepemimpinan Maluku akan datang, juga diharapkan harus kembali pada porosnya.
Acuannya adalah Maluku memiliki historisasi
sejarah peradaban dengan talentanya yang begitu unik dan menarik adalah Pela
Gandong yang merupakan titipan para petuah perintis negeri ini, sehingga dalam
konteks kepemimpinan diletakan dengan metode kepemimpinan berjiwa “Pattimurah”.
Pertanyaannya adalah, diantara kita yang pernah berselisih pada porosnya api dalam
kleim mengkleim asal muasal terhadap kebenaran kepemilikan identitas Pattimurah
dalam keegoan golongan dan suku, bahwa konrtibusi apakah yang telah kita berikan
untuk negeri ini, terutama bagi mereka yang selama ini telah menjadi pemimpin.
Karena substansi makna hakiki Pattimuran adalah bentuk kasih saying yang
berhati nurani yang pada intinya memberikan kesejukan hidup setiap insan
manusia, itulah wilayah Pela Gandong yang potong kuku rasa di daging.
Tetapi yang justru
terimplementasi selama ini oleh setiap pemimpin, hanyalah nyanyian patamorgana.
Ini berarti, generasi modernis terutama para pemipin dalam mengayun negeri ini
sebagai nahkoda dalam sebuah bahtera telah kehilangan jejak-jejak peradaban
masa lalu yang berjuang dengan sepenuh jiwa raganya yang terbangun secara integritas
dalam rasa kebersamaan tanpa memilih dan memilah, sehingga ponemena peralihan
menganut satu agama ke agama yang lain tidaklah menjadi pesoalan dikala itu, tetapi dengan patwa
janji pertiwi, bergantunglah pada seutai tali “Pela Gandong”.
Tulisan ini tidak pada
tujuan menggurui, maka dengan merujuk pada uraian kalimat-kalimat diatas saya
mengajak, merilah kita berdo’a disetiap rumah Allah Tuah Yang Maha Esa
yang banyak terbentang indah yang berdirih
kokoh dengan kemegahannya. Sehingga pemimpin yang di idamkan akan datang
dikemudian hari sebagai sosok pamutan,
bukan sosok ambisius yang notabenya selalu menggarap keuntungan diatas penderitaan
rakyat. Philosofinya bahwa aura perwujudan Pattimura semoga akan muncul dan tumbuh,
dan akan berkembang di tengah-tengah dahsyatnya kezaliman umat dengan
kecongkakan yang tidak pernah padam, yang akan hadir Memusnahkan berbagai
berhala dalam gaya polotik di Maluku. Firman Allah; apabila kebenaran itu
datang, maka apapun bentuk kezaliman akan hancur sirnah.
Kitab Zabur, Tauran, Injil dan Al-Qur’anul
qarim adalah obat bagi manusia jika
manusia mengetahui akan maknanya. Bukan dijadikan sebagai senjata untuk saling
menghacurkan, yang fatalnya adalah, telah terjadi penampakan desain dalam
bentuk rekayasa system membuat umat manusia hilang kepercayan jati dirinya
terhadap suatu perlakuan yang diharapkan melahirkan sikap moralitas yang
bedidikasih tinggi. Bukan sebuah kenastapaan akibat doktrinasi pada metode yang
tidak tepat guna, membuat napsu gemelapan dunia telah banyak membuat manusia
buta akan kasih sayang yang sisertai kebutaan akan hati nurani telah pula
membuat banyak manusia menederita karenanya. Dan kita harus ingat bahwa
setiap agama tidak pernah mendidik
penganutnya untuk berbuat kejahatan.
Dengan berbagai dinamika
persoalan yang kita hadapi saat ini, harus yakin dan percaya dengan merujuk
pada bahasa orang bijak bahwa Hal-hal
mengenai pemindahan
kekuasaan (kepemimpinan) kepada pilihannya sebagai Al’Hak
tinggal menunggu ketentuan waktu saja. Dunia kabir (nyata)
meminta manusia hidup dan mengajak manusia tentang kehidupan. Hidup ini bukan
darimana memulainya, tapi hidup itu bagimana perjuangnnya. Hidup ini bisa
membawa kita
untuk pemberdayaan sesama manusia dalam konteks peduli kasih. Jadikan diri
dalam kehidupan dunia menjadi
mulia, dan akherat mendapatkan hidup di alam keabadian. Untuk itu banyaklah
berdo’a akan datangnya sosok yang memiliki
talenta cinta dan menciptakan kasih sayang sekaligus akan membangun sitimatis
bagi manusia alam kehidupan ber fiddunia hasanah wafil ahirah hasanah secara
kaffah (Syech Achmad Muhammad Yusuf Waliyallah) Amin.
Desember 2012
Penulis
(Sofyan Marasabessy SP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar