Oleh :Sofyan Marasabessy,SP
Pengantar
Assalamu’alaikum
Wr,Wb dan Salam Sejahtera bagi kita semua..!
Segala
puji dan syukur penulis haturkan
keharibaan Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala kehendaknya
sehingga penulis berkesempatan
menyelesaikan tulisan ini. Dan melalui tulisan ini, penulis tidak mendahului
kehendak Tuhan dengan akan tibanya kebenaran,
Bahwa dengan penuh rasa keyakinan skaligus mengajak
kita semua untuk yakin dan percayatentang akan tibanya sosok manusia hidayah
yang dikehendaki Tuhan untuk menjalankan titah Kebenaran kepada seluruh umatmanusia
sebagaimana keterangan yang tertuang dalam Kitab-kitabagama wahyu.Mungkin disitulah
saatnya akan meluruskan berbagai
informasi atas kebenaran Ilmu Tuhan dan setiap asal muasal manusia serta para
tokoh handal di Nusantara yang terjadi pada masa lalu sebagai peletak
peradaban yang selalu menjadi sajian perdebatan tentang hak kepemilikan kebenaran
dari sudut pandang satu golongan agama dan suku, terutama rahasia keberadaan Maluku
dengan ketokohan seperti Kapitan Pattimura dll.
Jaditidaksalah,
ketika penulis mencoba membuat bahan informasi sebagai gambaranperihalpersoalan
hak kepemilikan identitas Kapitan Pattimura yang selama ini selalu mejadibahan
kajian, tetapi masihpada tingkat persoalan yang tak berujung pangkal.Penulis tidak
bermaksud menyalahkan sapa dan siapa, namun semata-matamembawa kejernihan
pemikiran sebagai insan manusia anak Maluku untuk jujur meletakan serta
menjelaskanyang sebenarnya kepada publikmenuju sumber kebenarannya.
A. Dasar Pemikiran
Dalam
perjalanan sejarah bangsa-bangsa dan suku-suku di dunia, manusia senantiasa
berjuang untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan zaman, sambil tetap
berusaha memelihara serta mempertahankan sistem nilai kepercayaan (kebenaran,
keadilan, keyakinan, kepastian) dan nilai-nilai (persatuan, keutuhan,
keteraturan, keanekaragaman, dan keterbukaan) yang diyakininya, agar masyarakat tetap
berlangsung tanpa kehilangan identitasnya. Kepercayaan dan nilai-nilai itulah
yang kemudian membentuk sikap perilaku hidup seseorang, yang tercermin pada
kebebasan dalam perilaku hidup sehari hari dalam suatu masyarakat tempat
manusia hidup bersama-sama dalam berbagai ikatan serta hubungan dengan aneka
ragam tujuan dan kepentingan suatu agama dan budaya sebagai sebuah jalan hidup
(way of life) adalah suatu warisan sosial yang terbentuk atas pengalaman dan
fakta perjalanan sejarah.
Sementara
sejarah kalau di arahkan dalam konteks budaya politik, maka dapat diartikan
sebagai rangkaian kepercayaan dan perilaku yang berkaitan dengan kehidupan
politik yang menegaskan tentang apa yang benar atau apa yang salah, mana yang
baik atau mana yang buruk, yang seharusnya atau yang tidak seharusnya dilakukan
dalam politik atas kepentingan suatu
perilaku terutama terhadap suatu ungkapan sejarah. Budaya politik suatu bangsa
dan suku-suku dapat terlihat dalam
kecenderungan perilaku yang tampak dalam
kehidupan politik masyarakat secara umum terhadap batasan-batasan mengenai apa
yang seharusnya dan yang tidak seharusnya dilakukan, terutama dalam moment
situs agama, adat istiadat setempat atau norma-norma kebiasaan yang berlaku
dalam suatu masyarakat sering
dimanfaatkan ketika kita
mengadopsi suatu kepentingan.
Bahkan
secara khusus, ia terkadang tampak pada perilaku kelompok tertentu yang
memiliki kekuatan dan pengaruh dominan secara politik, maka budaya politik pada
hakekatnya merupakan lingkungan
psikologis tempat dimana kegiatan - kegiatan politik berlangsung yang harusnya
bersyarat pada kebenaran dan penuh keadilan dalam membangun sistem kearifan
lokal, dan bukan melahirkan sebuah moment
yang penuh dengan syarat
rekayasa.
Manusia
dalam perjalanan hidup tentunya akan berhadapan dengan bebagai persoalan, baik
itu bersifat positif ataupun yang bersifat negatif, dan sebagai masyarakat
sosial kita selaku manusia selalu dituntut agar dalam setiap interaksinya,
seyogyanya dapat mengeluarkan energi positif yang dapat berrmanfaat bagi
manusia yang lain dan alam sekitarnya.
Begitupun sejarah perjalanan manusia sebagai khalifah atau pemimpin di muka
bumi, bahwa sudah tentunya kita harus punya bukti kepemilikan sejarah
perjalanan hidup, yang kemudian dari bentuk sejarah itulah dapat dijadikan
contoh terhadap orang lain dalam setiap periodesasi sejarah.
Kudrat
kita sebagai anak manusia, tentu dalam fakta emperis akan selalu diperhadapakan dengan berbagai dinamika kehidupan yang
beragam yang terjadi dalam berbagai aspek, faktanya sekarang adalah kita lagi diperhadapkan oleh arus globalisasi
dunia, tentunya kita dituntut secara moral dan beretika untuk selalu membangun
bingkai kebersamaan antar umat manusia dalam kehidupan beragama dalam suatu
lingkungan yang pluralitas untuk selalu mengedepankan rasa keadilan dan
kebenaran yang dinamis.
Terutama sebagai anak negeri Maluku yang
dilatarbelakangi oleh berbagai bentuk kemajemukan pola budaya dan adat istiadat
adalah khazanah keindaahan dari Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai wujud amanah untuk dijaga dan dilestarikan secara
bersama dengan sebaik mungkin, sehingga kita tidak mudah terkikis oleh arus zaman, lagi pula kita
tidak boleh terjebak didalamnya ibarat menciptakan terali bagi diri kita
sendiri.
Tulisan
yang berjudul “Revolusi Pemikiran
Tentang Identitas Kapitan Pattimurah”
Ini sengaja dituangkan ketika penulis melihat pada pijakan sebuah situasi yang menjerat anak bangsa Maluku ini
berada pada satu kondisi yang memprihatinkan, tidak seperti indahnya nuansa
masa lalu, masa dimana setiap orang saling hidup berdampingan di tengah
pluralitas, yang berbeda dalam aktivitas agama, budaya dan suku. Sebuah situasi
seakan nyawa manusia tidak lagi bernilai, keberpihakan dan diskriminasi
mendominasi tujuan paradigma pembangunan terutama manusia.
Untuk
itu sebagai konsekuensi dalam memulai tulisan ini, kita harus menyepakati bahwa
sesungguhnya kehadiran tokoh Kapitan Pattimura bukan hanya untuk segolongan
agama, daerah dan suku, tapi keberadaannya untuk kesalamatan manusia di bumi
Maluku bahkan di Nusantara dari berbagai ancaman radikalisme bangsa kolonial
yang kapitalis.
Melihat
berbagai kontraversi yang dituangkan
pada beberapa tulisan atau artikel
menyangkut hak kepemilikan identitas
Kapitan Pattimura, secara keseluruhan
penulis dapat menilainya seperti sajian yang kesannya begitu dramatis. Masing-masing penulis disetiap
tulisannya selalu mengedepankan sifat radikalisme kedaerahan dan golongan
agama, apakah maksud dari semua ini. kutipan sebagai berikut :
1. Fakta
sejarah menarik yang saya baca di http://mangeben.multiply.com/journal/ item/78, bahwa nama
asli dari Thomas mattulessy adalah Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut
Mat Lussy, dia berasal dari seram selatan
(bukan dari saparua) Saya sendiri
belum tau mana yang benar karena versi pemerintah masih seperti yang mas
Krisna02 tulis, cuman kayaknya lebih bagus diadakan penelitian sejarah ulang
supaya jelas siapakah beliau ini.
2.
Ia
(Pattimura) dilahirkan dengan nama Ahmad Lussy. Ahmad Lussy dalam bahasa Maluku
diucapkan dengan nama Mat Lussy untuk mempermudah pengucapan. Beliau
lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam
sejarah versi pemerintah). Ia bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat
itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan
Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut
Kasimiliali. Pattimura adalah seorang Muslim yang taat. Selain keturunan bangsawan,
ia juga seorang ulama. Data sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu semua
pemimpin perang di kawasan Maluku adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.Ira Masby-PATTIMURA-Mujahid Islam dari
Maluku.September,18-2010.
3. Tokoh
Muslim ini sebenarnya bernama Ahmad Lussy, tetapi dia lebih dikenal dengan
Thomas Mattulessy yang identik Kristen.
Inilah Salah satu contoh deislamisasi dan penghianatan kaum minor atas sejarah
pejuang Muslim di Maluku dan/atau Indonesia umumnya. (Fisan.wordpress.com/2006/
Sejarah)
4. Menurut buku
biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis,
"Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari
Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari
Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau.
Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di
Seram Selatan". (wikipedia.org/wiki/
pattimura).
5. Di Maluku
mengenal marga atau Fam Matulessy bersal dari desa Ulath, dan desa itu kkristen
dan bukan Muslim. (Siwa^Lima@DalNet
Servert Freddie – Desember 6.2006@1.59 am).
6. Fakta
sejarah menarik yang saya baca di http://mangeben.multiply.com/journal/ item/78, bahwa nama
asli dari Thomas mattulessy adalah Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut
Mat Lussy, dia berasal dari seram selatan
(bukan dari saparua) Saya sendiri
belum tau mana yang benar karena versi pemerintah masih seperti yang mas
Krisna02 tulis, cuman kayaknya lebih bagus diadakan penelitian sejarah ulang
supaya jelas siapakah beliau ini.
7. Thomas Matulessy adalah
seorang kesatria keturunan dari keluarga besar Matulessia (Matulessy) yang
tidak lain masih bersaudara dengan raja Maluku (kata “Maluku” berasal dari
bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Raja, oleh karena pedagang Arab
lebih dulu menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau Maluku dan mereka mengenal
Maluku sebagai Jaziratul Mulk yang berarti Kepulauan Raja-Raja). Ia yang selama
ini dikenal sebagai seorang Kristen, ternyata adalah seorang muslim. Karena
seluruh keturunan Ambon yang bermarga Matulessy adalah Muslim. sejarah.info/2011/11/sejarah-kapitan-pattimura.html
8. Drs.
Puttihena dalam tulisan tentang Sejarah Pattimura menjelaskan bahwa nama dari
Kapitan Pattimura itu adalah Ahmat Paria
Pakalessy bukan Thomas Matulessy.
Dengan
berbagai literatur pada kutipan diatas, sangatlah jelas terdapat titik
kelemahan secara yuridis untuk menjustifikasi terhadap hak kepemilikan Kapitan
Pattimura dalam satu golongan agama, suku atau negeri.
Dengan Kondisi tersebut, turut mendorong penulis untuk mencari kejelasan yang
sebenarnya. Olehnya itu sebagai deskriptif rujukan, penulis akan menggunakan
pendekatan metodelogi sejarah peradaban
Maluku sebagai acuan inspirasi untuk
mendapatkan gambaran hak kepemilikan
identitas Kapitan Pattimura. Dan kalupun masih terdapat kekeliruan mohon
kiranya diluruskan pada kebenarannya. Semoga Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa
meridhai Kita Semua.. Amiin.
B. Dekonstruksi Pemikiran
Risalah
sejarah perjuanganKapitan Pattimura yang merupakan bagian dari sejarah
peradaban masa laluadalah suguhan cerita yang
begitu besejarahbagi masyarakatMaluku dan Indonesia. Cerita iniibarat lukisan
seorang seniman yang bertahta di setiap
hati atas sebuah maha karya yang indah, yang nilainya tidak pernah usang
sepanjang masa. Itulah sejarah ketokohan Kapitan Patimura yang begitu
dibanggakan sebagai konsepsemangat di bumi Maluku, sebagaimana oleh para tokoh-tokoh muda di negeri ini yang telah merancang masa depan wilayah Maluku,
yang didesain dalam momen terpanting dengan
nama Bumi Maluku diidentikan atas dasar perjuangan Tokoh Kapitan Pattimura
dengan nama Bumi Pattimura.
Rasanya
Patut kita bersyukur akan ni’mat itu, karena
dengan segala kehendak Allah SWT jualah, telah dilahirkan keberadaan
sosok manusia handal dimasa lalunamanya Kapitan Pattimura, yang hadir dengan menciptakan warna
sejarah peradaban sebagai sifat manusia yang patut di teladani dalam titah
perjuagannya. Yang justru karena itulah sungguh tidak salah, ketika kepribadian
sosok manusia handal itu dianugrahkan kepada bangsa Maluku untukdijadikan sebagai
logo perjuangan masa depan generalisasi anak-anak Maluku di berbagai spektrum
pembangunan dimasa akan datang. Sebagaimana pula kalimat-kalimat yang selalu
menjadi sajian semangat adalah dengan ungkapan “Bangkitlah Pattimura-Pattimura
Muda”.
Berbagai
Tulisan tentang sejarah perjuangan Kapitan Pattimura sesungguhnya telah banyak
direferensikan oleh para ahli sejarah, tetapi yang menjadi persoalan adalah,
kenapamasih terjadi perbedaan pemikiran tentang hak kepemilikan identitas
Kapitan Pattimura yang tidak bersandar pada fakta yang sebenarnya.
Pertanyaannya adalah apakah ada faktorkesengajaanyang dibuat oleh kelompok
tertentuatau ada kepentingan lain dalam hegemoni budaya yang ada di Maluku.Kondisi
ini secara otomatis dapatmembingungkan anak cucu masyarakat Maluku terutama para pecinta sejarah.
Dengan
demikain wajar saja ketika terjadi Opini
silang pendapat yang tak berhujung,telah mewarnai hiruk pikuk jalannya
suatu proses budaya Malukuyang nilainya telah terkikis.Kenyatannya bahwa dengan
berbagai konspirasi pemikiran yang dibangun, telah mencedarai tujuan hierarki
persatuan serta rasa kebersamaan, padahal suatu landasan kebenaran adalah
merupakan momentum penataan tata ruang integritas kehidupan beragama dan
berbudaya di Maluku.
Dalam
perspektif penafsiran, terjadimuatan konspirasitentang asal muasal identitas
Kapitan Pattimura. Maka konsep ikatan pela gandong hanyalah sebagai nyanyian
sandiwara. Karena tanpa disadari, kita telah mengingkari apa yang menjadi
amanah para petuah negeri ini. Penulis kuatirkan,
jangan hanya kepentingan diplomasi global untuk memenuhi segala maksud dan
tujuan, akhirnya kitamelupakan Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasaatas segala khazanah
ciptaannya.
Marilah
kita jujur bahwa apa yang pernah kitaperbuat untuk generasi kita tanpa ada diskriminasi,
disharmonisasi, disintegrasi dan lain sebaginya?. Dimanakah letak jiwa kita, kalau
kitamemiliki darah biru Pattimurah?. Dalam perspektif kebenaran bahwa
kebenaranitu mutlak, yang tidak boleh direkayasa oleh siapapun. Hanya manusia
yang memiliki talenta hidayah yang mampu dalam meletakan kebenaran.Keberadaan
identitas Kapitan Pattimutra itu sebenarnya harus diletakkan dalam bingkai
perjalanan budaya.Penulis kembali mengamati dari sisi historiorisasi penulisan
sejarah,bahwa ada kesan dari pendidikan kolonial yang selama dibangun.
Dalam
perspektif analogi bahwa, Ada kausalitas antaraawal dan akhir ketika menggunakan pendekatan garis
silsilah. Dalam antropologi budaya, bahwa manusiatentu mempunyaisejarah masa
lalu, yang sudah diproses dari titah perintis negeri ini.Perlukita maknai setiap
kosa kata ataupun istilah yang dipakai dalam mengungkapkan informasi terhadapi
fakta kebenaran tentang identitas Kapitan Pattimura.
Penulis
sadar bahwa artikel ini tentunya akan mengundang reaksi dari berbagai pihak.
Tetapi yang jelas tulisan ini tidak
terbawa oleh suatu arus kepentingan.Hanya dengan satu tujuan yaitu hanya
memberikan pandangan pemikiran sekaligus
mengajak kita semua untuk kembali mentelaah sebuah proses kebenaran.
Siapakah sesungguhnya sosok Kapitan Pattimurah tesebut?. Benarkah seperti yang selama
ini diungkapkan, ataukah ada kekeliruan dalam pengungkapan sejarah?. Mudah-mudahan
dengan segala ketulusan dan keikhlasan serta kejujuran kita dalam penulisansejarah yang benar, Insya
Allah, negeri yang kita cintai ini
mendapatkan rahmat dan keselamatan.
C.Ruang
Lingkup Kajian.
1. Defenisi operasional danPengertian
Kapitan Pattimura
Kata “Kapitan”
dalam kamus bahasa Arab asal kata “Kiifaatan” yang artinya kelebihan
yang diberikan oleh Allah SWT kepada
seseorang sebagai “Keebal diri” yang berlaku secara alamiah. Kata “Pattimura” secara
terminologiterdiri dari dua kalimat yaitu “Patti” dalam konteks pemerintahan
artinya kedudukan atau pimpinan yang dipercayakan kepada seseorang.Kata “Murah”
artinya orang yang penuh bijaksanayang salalu bermurah hati. Jadi “Kapitan
Pattimura” artinya manusia kebal yang
menjadi pemimpin yang bijaksana dan murah hati. Maka secara
rasionalisasi pemikiran bahwa Kapitan Pattimura itu sesungguhnya gelar yang
diberikan dan bukan identitas yang sebenarnya.Sebagaimana kutipan berikut :
Dari sejarah
tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar kapitan adalah pemberian
Belanda. Padahal tidak,. Menurut Sejarawan Mansyur Suryanegara, leluhur bangsa
ini, dari sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk
agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal
pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh
sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang
mereka takuti. Jiwa mereka bersatu
dengan kekuatan-kekuatan alam,
kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu
kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci, bila ia
melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia
adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan
berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun
secara genealogis/ silsilah/ keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan.
Dari sinilah sebenarnya sebutan "kapitan" yang melekat pada diri
Pattimura itubermula.
2. Azas Peletak DasarSejarah
Peradaban Maluku
Firman Allah SWT, Q.S.Al-Mulk :1yang berbunyi :“Tabarakalladji
biyadihil mulk wahuwa alaa kulli syai’in qadiir”. Artinya : Maha Suci Allah,
yang ditangan-Nyalah segala Kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Pokok-Pokok isi dari keseluruhan Surat AL-Mulk
yang berjumlah 30 ayat,
dimaksudkan adalah :
- Hidup
dan mati adalah ujian bagi manusia. Allah menciptakan langit berlapis-lapis dan
semua ciptaan-Nya mempunyai keseimbangan, perintah Allah SWT untuk memperhatikan
isi alam semesta, azab dan ancamankepada orang-orang kafir dan janji Allah
kepada orang-orang mukmin, Allah SWT menjadikan bumi sedemikian rupa,hingga
mudah bagi manusia untuk mencari rezki. Peringatan kepada manusia tentang
sedikitnya orang-orang yang bersyukur kepada nikmat Allah SWT.
Surat AL-Mulk menunjukkan bukti-bukti kekuasaan,terhadap
kekuasaan Allah SWT yang terdapat di alam semesta. Dan menganjurkan agar manusia memperhitungkannya dengan seksama
sehingga mereka beriman kepada-Nya, bilamana manusia itu tetap mengingkari,
Allah akan menjatuhkan azab kepada mereka. Janji Tuhan dalam kitab-kitab, bahwa
atas perkataan manusia Tuhan Maha Mendengar mustahil Tuhan itu tuli, dan atas
perbuatan manusia Tuhan itu Maha Mengetahui mustahil Tuhan itu buta.
Dalam
konteks sejarah peradaban telah jelaskan bahwa Maluku adalah wilayah Jazirah
AL-Mulk,yang berasal dalam kata bahasa Arab yaitu:AL-Mulk yang artinya Kerajaan
atau Kekuasaan. Jadi arti daripada
Jazirah AL-Mulk adalah letaknya pulau-pulau atau letaknya negeri-negeriKerajaan
atau Kekuasaan. Artinya bahwa Maluku ini telah hadir sosok sosok pemimpin
(raja-raja) yang handal ribuan tahun silam
yang melakukan syi’ar agama
Islam.
Tentu
kesemuanya bertujuan untuk meletakan kebenaran ilmu Ilahi Rabbi di
tengah-tengah manusia yang masih berfaham animisme.Sejarah peradaban budaya
perkembangan Islam di wilayah Maluku telah diwarisi atas agama Ilahi yaitu
Islam dengan rekomendasi peletakan ratusan negeri atau kampung dengan beragam macam budaya adat dan bahasa.
Bukt-bukti
Arkeologi yang dapat memperkuat tulisan ini adalah dengan munculnya Karamah sosok manusia suci lagi pula Mulia
Sang Imamah Datuk Zainal Abidin Waliyallah 266 H di salah satu negeri di Maluku
tengah.Karamahartinya,sebuah kemuliaan dimana Allah SWT telah mengangkat
derajat seorang manusia yang suci.
3. Historiosasi awal pertumbuhan Islam
Berdasarkan cerita tokoh-tokoh
adat Hatuhaha yang terkutip dari buku-buku
tua bahwa Imam Suci Datuk Zainl Abidin Waliyaallah menyiarkan agama
Islam pada abad Ke dua di Maluku. Dalam syiarnya beliau didampingioleh tiga
kapitaan. Dan disetiap wilayah atau
daerah yang menjadi pelabuhan syiar Islam,mereka selalu menggunakan identitas lain (gelar).
Sehingga sangat sulit untuk diketahui identitas mereka yang sebenarnya.
Dalam versi sejarah Hatuhaha sang Imamaah di dampingi tiga
Kapitan (nama gelar): (1). Kapitan Pariya
Akipai, (2). Kapitan Puriyasa (3).
Kapitan Seipatti Rimba Kabaressi, dan dikawal oleh salah satu manusia ghaib
yaitu Raja Jin Alaqa. Bahkan, peristiwa tersebut direfleksikan sebagai warisan
budaya, dan metodologi syiar Islam di Maluku dalam versi yang berbeda.
Nikolas
Yosef yang menulis bahwa Daerah yang
telah menerima Agama Islam Dengan
kedatangan Datuk Zainal Abidin di Jazirah Uli Hatuhaha pada tahun 1385
Miladiyah sebagai penyiar agama Islam banyak membawa perubahan sehingga pada
tahun 1410-1412 Miladiyah agama Islam diterima secara bulat oleh masyarakat
Amarima Lounusa (Kailolo, Pelauw, Kabauw, Rohomoni dan Hulaliu) - Anakmaluku
blogspot.com/2010/01/Sejarah Negeri Hulaliu.Meskipun demikian, tidak mengurang permohonan maaf dan rasa
hormat saya bahwa sumber ini terdapat sedikit
kekeliruan dalam menetapkan tahun masuknya Agama Islam di Hatuhah, karena ini tidak relevan dengan alur budaya masyarakat
Hatuhaha yang berlaku hingga sekarang.
Singkat
kata, keturunan dari beliau, Imam suci
telah menaburkan benih benih Adam di Nusantara ini pula. Konsep kongkrit
bahwa dari keturunan beliulah,
munculah Raja-Raja di Maluku dengan
membentuk berbagai kerajaan-kerajaan Islam seperti Keraajaan Islam Hatuhaha di
Kecamatan Pulau Haruku, Kerajaan Kapahaha
di Kecamatan Leihitu, Kerajaan
Huamual di Seram, Kerajaan Iha Uru Paru di Saparua, Kerajaan Lauwmeti di Ternate, Kerajaan Goa di Makassar,
Kerajaan Buton di Sulawessi Tenggara dll. (Baca : Revivalisme Islam dalam
Perspektif Pemerintahan Para Raja di Jazirah Al-Mulk : Abdullah Marasabessy,
SPd.I)
Berdasarkan
sedikit uraian dari konsep risalah seperti yang dituangkan diatas, membuktikan
bahwa sebelum terjadi perang Kapitan Pattimura
di Maluku telah terjadi beberapa perang besar seperti Perang Alaka di
Hatuhaha, Perang Hitu di Leihitu, Perang Huamual di Pulau Seram.(Baca :Tulisan
Drs.Husni Putuhena : Tentang Sejarah Perang Kerajaan Islam melawan Portugis di
Maluku)
Perang-perang
ini terjadi akibat sebuah reaksi dari kerajaan-kerajaan Islam atau negeri-negeri
adattersebut terhadap upaya mempertahankan eksistensi keislaman yang telah dibangun
di Maluku saat itu, yang sengaja dirongrong oleh bangsa Portugis dan VOC
Belanda di bumi Maluku dengan menjalankan tiga misi besar yakni :
1. Agama
(Ghospel)
2. Petualangan
(Glory)
3. Kekayaan
(Gold)
Akibatnya,proses
Krestenisasi terhadap negeri-negeri Islam di Maluku seperti Negeri Waai di
kecamatan Salahutu, Negeri Hulaliu yang terlepas dari 5 (lima) Negeri Islam yang
trend dalam bahasa peradaban yaitu Kerajaan Islam Uli Hatuhaha di Maluku Tengah.
Negeri Latuhalat, Negeri Soya, Negeri Passo, Negeri Halong, Negeri Latta dan Negeri
Ema di kota Ambon.Kemudian meluas ke Pulau Seram seperti Negeri Kaibobu, Negeri
Kamariang, Negeri Seriawan, dan Negeri Hatusua. Selanjutnya di Pulau Saparua
seperti, Negeri Ulat, Negeri Tuhaha, Negeri Iha Mahu, dan Negeri Siri-Sori
Kristen. Dengan masuknya bangsa lain inilah yang memberikan artikulasi dan
pemalsuan terhadap cagar pengetahuan negeri ini.
Yance
Z. Rumahuru dkk dalam tulisannya (2012);Islam Maluku Dalam Historiography Islam
di Indonesia menjelaskan bahwa sebagian besar negeri-negeri di Maluku Tengah,terutama
di Pulau Ambon, Haruku, Saparua, Banda dan sebagian Seram yang ada di daerah
pesisir telah memeluk agama Islam. Fakta ini masih diketahui sebagian besar
masyarakat di Maluku. Beberapa negeri
Kristen di Maluku Tengah mengaku bahwa penduduk negeri mereka dulu beragama Islam, tetapi waktu kedatangan
orang Eropa mereka di Kristen-kan.
4. Terbentuknya
Pulau Ambon.
Pulau
Ambon adalah pusat pemerintahan dan pusat perkotaan serta merupakan Ibu Kota
Provinsi Maluku. Secara historis Pulau Ambon juga memilki jati diri dan cerita
awalisasi peradaban di masa silam yang terbentuk oleh hadirnya seorang kakek
yang bernama Kapitan Puriyasa. Beliau
adalah seorang Syech yang di utus dari negeri seberang untuk menjalankan
tugas meletakan mustika ular di pertengahan kota yang berposisi pada benteng
Victoria yang sekarang menjadi tempat aktivitas institusi keamanan Kavaleri
Pattimura.
Kononnya
tempat itu telah terjadi suatu proses mukjizat dari kakek tersebut dengan ijin
Allah SWT, mustika ular itu dibanting yang kemudian akhirnya kakek Puriyasa memberikan
nama Pulau tersebut menjadi Pulau Appona yang sekarang kita nikmati dengan nama
Pulau Ambon.Beberapa kali terjadi perubahan bentuk pada nama pulau tersebut
yakni: Pulau Appona (masa awal peradaban kakek Puriyasa),berubah menjadi Nama Ampona
(masa Portugis),kemudian menjadi Ambonia (pasca kekuasaan Portugis dan awal
Kedatangan bangsa Belanda) yang berarti pulau ular dan yang terakhir pasca
kolonialsasi Belanda menjadi amboina dengan asumsi pemikiran bahwa pulau Ambon
dan pulau Seram. Adapun namaasliPulau Ambon adalah nusa appona puriyasa(nama besar itu terlukis indah di salah satu
dinding pada benteng Victoria yang telah dikikis dengan sengaja oleh
tangan-tangan yang tak bermoral dengan tujuan
untuk menghilangkan bukti-bukti arkeologinya).
Kata
“Appona” adalah bahasa tanah (bahasa
adat tua) yang telah dimaknai menjadi aupunadan bahasa ini kalau di Indonesiakan
artinya “Saya yang mengerjakan”. Nama
Ambon adalah bentuk kosa kata yang telah diganti oleh pemerintahan Belanda yang
berkuasa saat itu dengan menggantikan
posisi Nusa Appona Puriyasa dengan Ambon. “Puriyasa”
artinya“menanyakan Asal”. Jadi dimasaitu apabila ada orang asing yang masuk
ke Pulau Appona kala itu , maka sang Kakek
menanyakan orang tersebut dari mana asalmu.
Keberadaan Kakek Kapitan Puriyasa mendiami wilayah Appona
untuk menjalankan misi pda masa itu juga merupakan utusan Imam Suci Syech Zainal Abidin Al Hadad (Tete Datuk
Maulana),proses itu berjalan dalam kurun waktu beberapa tahun lamanya sehingga
Pulau Appona benar-benar berada dalam kekuasaanKapitan Puriyasa. Tetapi
kemudian pada batas waktu tertentu kakek Puriyasa selain menjalankan tugas besarnya
meletakan mustika ular, juga menjalankan
Syiar Islam (abad Ke-2). Dengan beban tugas itulah Pulau Appona saat itu, yang dipercayakan kepada
seseorang yang sangat dipercaya dari negeri adat Soya, atas kesetiannya kepada Sang
Kakek untuk menjaga petuanan Appona sekaligus
sebagai warisan
kearifan lokal.
5. Maluku
Dalam Konsep Budaya Pela Gandong.
Maluku
dalam konsep sejarah perjuangan
Indonesia adalah salah satu wilayah
yang bersama 8 (delapan) Provinsi
yang mengawal bangsa ini sampai pada tanggal 17 Agustus 1945 diproklamirkannya
hari kemerdekaan oleh tokoh proklamator presiden yang pertama kita Bung
Karno adalah bentuk kepudilian
masyarakat Maluku dalam mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Repoblik
Indonesia. Dari hasil perjuangan itulah secara yuridis formal keberadaan
Provinsi Maluku disahkan pada tahun 1958 dengan undang-undang No. 20 tahun 1958
yang dikeluarkan pada tanggal 1 juli 1958 yang berkedudukan di wilayah
Indonesia Bagian Timur dengan luas wilayah 851.000 km2 yang di juluki sebagai
negeri seribu pulau.
Kita
tidak bisa menghindari segala[i]
yang sudah menjadi keputusan Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa dengan segala hak
ciptaanya. Sebagai contoh hari kemerdekaan Republik Indonesia sebagai hasil
perjuangan rakyat Indonesia, adalah atas berkat dan rahmat Allah Yang Maha
Kuasa ketika Indonesia teruji sedemikian beratnya. Di Maluku sendiri yang
berangkat dari sebuah bentuk peradaban yang kemudian melahirkan berbagai kisah disetiap
periodik waktu, yang hingga saat ini itupun tidak terlepas dari adanya setting
kekuasaan Allah SWT. Secara manusiawi, apabila yang dilakukan itu buruk, maka
buruklah manusia itu, bahkan sebaliknyaturut berpengaruh terhadap suatu
lingkungan. Semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya dihadapan Allah SWT Tuhan
Yang Maha Esa.
Ikatan
Pela Gandong adalahperistiwa yang bukan berproses dengan sendirinya, tetapi ia
berangkat dari suatu peristiwa yang terlahir atas sebuah situasi untuk
mengkondisilkan bentuk sistem pluralitas masyarakat Maluku dalam satu ikatan
darah atau basudara yang terputus akibat kondisi peralihan agama Islam ke agama
Kristen yang secara sakral perlu dijaga nilainya sampai kapanpun, karena itu merupakan konsep para petuah yang terikrar
atas satu kesepakatan, dan itu merupakan
komitmen kebersamaan untuk menjaga keutuhan sebuah perbedaan yang sudah
merupaka kehendak Tuhan yang tidak bisa di hindari, sehingga kronologis budaya
yang masih hidup dilakoni yaitu sudara gandong antara satu negeri adat Islam
dan satu negeri adat Kristen di bumi Maluku.
Siapapun
orang Maluku yang masuk katagori negeri adat tidak mungkin mengingkari itu. Konsep budaya inilah yang masih tersisa yang diharapkan menjadi risalah
konsekwensi menjaga nilai persatuan,
kebersamaan, etika dan moralitas insan manusia di negeri Maluku. Dan kalau
penulis tidak terlalu urgen, Maluku adalah contoh bagi mereka yang lain
untuk belajar dari tatanan nilai serta norma rasa kemanusiaannya. Contoh kongkrit bahwa
orang Maluku tidak pernah mempersoalkan kehadiran siapapun suku lain untuk
berakses di berbagai aspek kehidupan. Itu bertanda bahwa orang maluku adalah
contoh suru tauladan yang baik, yang mana secara hakekatnya ada terdapat hubungan garis benang merah terkait dengan peletakan angka peradaban oleh
manusia-manusia suci dan mulia di masa lalu.
Konsep
Budaya Pela Gandongapabila penulis letakan dalam konsep Pancasila sebagai
idiologi bangsa adalah Bhineka Tunggal Ika (berbeda beda tetapi tetap satu). Itu
artinya bahwa keanekaragaman budaya suku, bangsa,ras bahasa dan agama merupakan
satu kesatuan yang utuh, yang melambangkan kebersamaan bangsa dengan masyarakat
secara totalitas. Bukan perbedaan yang kemudian menjadi cikal bakal perpecahan
dalam memaknai ideologi bangsa dalam
doktrin kulturalisme dikotomi terhadap pluralisme yang tidak berangkat dari
falsafah bangsa,apalagi gaya berpikir solipsisme menjadi kekuatan yang sulit dipatahkan
dari gaya hidup masyarakat saat ini.
Sebagai
warga masyarakat Maluku patut kita
bersyukur kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa yang mana atas segala
maha ciptaannya, kita di takdirkan
terlahir dalam tetesan darah yang berketurunan anak asli Maluku, umumnyn wilayah
bagian Timur Indonesia, itupun ketika
ada terrdorong keinginan untuk mempelajari
dan mengetahui substansi peradaban yang telah dititipkan
oleh para leluhur kita sebelum negeri ini di pora-porandakan oleh kaum
penjajah yang telah mengikis sebagian
budaya/adat yang telah dibangun oleh para perintis negeri Maluku padamasa lalu.
Pertanyaannya
adalah, kenapa konflik horizontal 19 januari 1999 harus terjadi, kenapa ada
upaya upaya konspirasi ingin melepaskan diri dari Negara Kesatuan Repoblik indonesia kalau budaya Pela Gandong
itu adalah konsep dasar integritas bangsa orang Maluku, terus dimana nilai
posisi Kapitan Pattimura yang
kita letakan menjadi logo kebanggaan. Di sampakah, atau di letakan dalam
singgasanahati. Saya yakin dan percaya bahwa Roh Qudus Patimura serta para
peletak peradaban negeri ini pastinya kecewa, seperti yang mulia Nenek Boiratan
yang diyakini masyarakat Tenggara, yang
mulia Nenek Luhu yang diyakini masyarakat Soya dan Ambon (dua sosok wanita suci
yang juga sebagai tokoh penyiar Islam dan mereka adalah Wali Allah). Maka saya
bisa berasumsi bahwa peristiwa 19 berdarah adalah suatu kutukan atau azab Allah
SWT sebagaimana janji-Nya dalam surat Al-Mulk kepada kita, terhadap semua perilaku
diskriminasi, rekayasa, spekulasi yang begitu kristal.
Kemudian
insiden lari obor Pattimura yang merupak bagian riutual masyarakat Maluku yang
tergolong dalam katagori negeri-negeri adat yang nuansanya bersyarat ikatan
pela gandong yang terjadi tanggal 15 Mei 2012harusnya tidak boleh terjadi, satu
peristiwa yang dilakukan oleh manusia-manusia yang tidak bermoral yang perlu
dikutuk karena insiden itu telah mengorbankan jiwa manusia.Tapi seandainya peristiwa
itu merupakan konsekwensi atau campur
tangan Tuhan melalui tangan manusia atas ketidakbenaran dalam meletakan Sosok Kapitan
Pattimura pada posisi identitas yang sebenarnya, maka dengan
berbagai persoalan itulah perlu ditelusuri sekaligus ditinjau kembali.
Kita
harus yakin dan percaya bahwa apabila itu telah diposisikan pada yang
sebenarnya, Maluku yang sama-sama kita cinta dan kita banggakan pasti akan
mengalami perubahan besar. Dan bila itu tidak, konsep“Manggurebe Maju, Potong
Kuku Rasa di Daging” hanyalah slogan. Dan juga konsep bangkitlaah “Pattimura – Pattumura Muda”
bukan bangkit untuk pemersatu, malah
bangkit menjadi srigala untuk saling memangsa manusia yang laindi Bumi
Pattimura.
6. Analogitas
KepemilikanIdentitas Kapitan Pattimura.
Kapitan
Pattimura merupakan sosok figur manusia yang memiliki keberanian sebagai
pejuang nasional yang secara lokal berjuang di daerah maluku melawan
radikalisme bangsa kolenial, berjuang
dengan seluruh segenap jiwa dan raga,
kesemuanya adalah demi mempertahankan keutuhan, harkat dan martabat bangsa dari
rongrongan penjajah negeri ini. Beliau merupkan sosok zang pangerang yang handal,
berjuang atas kebenaran yang sungguh beraqidah tanpa membedakan agama,
suku dan budaya yang kemudian telah
melahirkan pondasi dasar
kebersamaan tanpa ada perbedaan, penuh semangat dan selalu mengalah demi
keselamatan banyak orang, ulet dan beranai bertindak penuh perhitungan yang
matang disetiap medan pertempuran.
Berdasarkan
materi rujukan sebagaimana yang telah di gambarkan sebagai hasil deskripsi
tulisan ini, maka perkenankan saya mengajukan berapa pertanyaansebagai berikut
: Pahlawan Kapitan Pattimura itu lahir di Maluku di desa mana, memeluk agama
apa, dan nama aslinya siapa.?.. Dari
kesederhanaan pertanyaan di atas, penulis dapat mengambil subuah kesimpulan
bahwa reaksi jawaban yang muncul pasti
akan berpariasi dari sekian jumlah manusia dan negeri yang ada di Maluku dengan
variabel yang tentunya berbeda. Sebagai gambaran acuan pemikiran untuk menjawab
kerumitan persoalan yang sungguh delematis diatas, kembali penulis mengingatkan
kita pada bahan rujukan sjarah peradaban Maluku sebagaiman yang dijelaskan pada
bagian ruang lingkup kajiandalam uraian singkat tentang Historiosasi awal
pertumbuhan Islam yang menjelaskan tentang kehadiran Imam Suci Zainal Abidin Al-Hadad
sebagai tokoh peletak fondasi Islam di Maluku abad ke 9 yang dikawal oleh tiga
Kapitan.
Lebih
jelas bahwa Imam Suci Zainal Abidin adalah Hujjah dari mata rantai Kenabian
yang telah membentuk peradaban sebagai pewaris tahta kewalian (Waliyallah)
dalam demensi Agama Islam yang sekaligus telah melahirkan peradaban kapitan
dalam demensi budaya sebagai alat
pelindung risalah ketauhidan agama Islam dari kezaliman manusia. Rasionalisasi
dari pijakan deskriptif di atas jelas bahwa di alam raya ini pasti ada pewaris
ilmu yang juga merupakan mata rantai kenabian yang tidak pernah putus sampai
akhir zaman yang merupakan Al-Haq atas dua dimensi tersebut. Dan tanda bagi
mereka itu adalah Kewaliyan, yang kemudian dari tingkatan ilmu agama itulah, kepada
mereka munculah Karamah-Karamah yang selalu
timbul disetiap poros zaman meskipun
global dan moderen sekalipun telah terbukti
secara arkeologi dan bukti secara aksiologi bagi mereka adalah pemberani
atau militan karena kepada mereka pula mengalir darah peradaban kapitan .
Pertanyannya
adalah di Maluku, Indonesia bahkan dunia, suka atau tidak suka, percaya atau
tidak percaya bahwa apabila ada terdapat gambaran salahsatu Negeri yang
memiliki kriteria atau talenta sebagaimana yang diuraikan diatas, mereka itulah
pewaris segala ilmu pengetahuan agama dan budaya (Karamah dan Kapitan) karena
dua demensi ini merupakan satu paket yang tidak bisa lepas pisah ibarat seperti
laki-laki dan perempuan yang selalu saling membutuhkan. Dengan tidak mengurangi
rasa hormat dengan penyampaian segala permohonan maaf, Kapitan Pattimura
berdasarkan keterangan tersebut diatas merupakan
Sosok manusia atau Tokoh, Figur pewaris kapitan peradaban yang masih memiliki
mata rantai. Maka analogi sebagai jawaban
terkait pemilik hak atas identitas
Kapitan Pattimura adalah Negari atau Kampung
yang memiliki talenta sebagaimana yang digambarkan diatas.
Perlu
di sadari bahwa asas dari suatu kebenaran itu
terlahir bukan hanya berdasarkan pondasi pemikiran belaka yang hanya bersifat referensif,
Kebenaran itu adalah sesuatu yang mutlak dan murni yang tidak bisa di rekayasa
oleh siapapun manusia di muka bumi. Yakin dan percaya bahwa kebenaran itu pasti
akan datang untuk mengungkapkan semua yang namanya rekayasa.
Alif
Lam Mim, sudah tidak ada keraguan lagi yang ada hanya kepastian dan kebathilan
pasti akan lenyap.Yang pasti untuk saat ini hanyalah rasionalisasi kebenaran yang merupakan
reverensi mutlak dan kongkrit yang patut di teladani adalah kitab kitab Allah
Nabi dan Rasulnya: (Manusia yang
mendapat wahyu atau hidayah Allah SWT), dan
kebenaran dari referensi yang lain selain yang di maksud itu
apabila terbentuk atas komitmen bersama
demi kebaikan semua makhluk terutama manusia, bukan berdasarkan keputusan
sepihak yang dapat mendatangkan kemudaratan.
Sebagai
jawaban untuk memastikan kebenaran identitas Kapitan Pattimura dalam suatu
golongan, negeri, kampung dan sukujelasnya penulis kembalikan kepada semua
Insan manusia anak Maluku setelah mentelaah rujukan sedikit risalah peradaban
Maluku yang penulis paparkan. Kita harus
ingat bahwa perbedaan itu adalah bil-rahmah, tapi bukan dengan perbedaan itu
kemudian kita lakukan sesuatu yang tidak seharusnya. Transparansi itu sangatlah
penting menuju sebuah revolusi yang akan dihadapi generasi kita akan datang. Ketidakbenaran
dan ketidakadilanitu akan melahirkanmanusia-manusia yang tidak bermoral.
Mengungkapkan
suatu kebenarani terhadap sebuah identitas diri, agama, budaya, itu sebanrnya lahir dari diri manusia itu sendiri tanpa
terpojok oleh situasi sejarah dan keterangan yang tidak kondisional dalam konteks mempelajari jalur risalah
peradaban asal muasal jati diri manusia, bangsa dan alam semesta dengan maksudagar
kita tidak keliru menempatkan segala sebuah fakta yang sebenarnya, itulah
konsekuensi hidup secara horizontal, yang nantinya secara vertikal akan
dipertanggung jawabkan dihadapan Tuhan Rabbil Alamin.
“Sekapur
Sirih”
“Wahai
Eyang Pattimura, kami bersimpul dihadapan
roh qudusmu yang suci. Perjuanganmu
mengangkat martabat negeri ini
begitu besar sungguh bernilai, membuat namamu harum sepanjang zaman”.
“Tapi
semua itu hanyalah kenangan. Padahal dengan nama besarmu yang menggema, membuat
orang sempat bertepuk gendang sambil beryanyi dan bersyair sekalian melukis
atas mereka”.
“Dan
diantara pula, ada yang membalas pukulan
gendang sambil bersyair hingga berselisih, apa inikah balasannya kepadamu wahai
sang suci..! Dimanakah kebenaran tepukan gendang aslimu dan bait-bait syair
tentangmu, karena diantara mereka masih berselisih merebut nama besarmu sebagai
pujian zaman”.
“Terimalah
seribu salam dan Do’a kami di tahta kerajaan surgamu yang indah. Ampunilah kami
atas segala kehilafan, dan kami yakin kebenaran akan datang demi jayanya negeri
ini, Maluku menuju yang abadi”.
Ambon, Desember 2012